Total Tayangan Halaman

Minggu, 03 Desember 2017

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI ANSIOLITIK (DIAZEPAM) AKFAR THERESIANA SEMARANG

LAPORAN PRAKTIKUM
FARMAKOTERAPI
Mengetahui Efek Perbedaan Konsentrasi Pemberian Obat Ansiolitik / Sedatif (Diazepam)
pada Hewan Uji Mencit


Disusun oleh :
1.     Dina Umayasari                           16.0626
2.     Hanik Utaminingrum                             16.0651
3.     Natalia Catur Suci L.                             16.0643
4.     Winarti Ekasari                                      16.0618
5.     Zandy Tiaravani                           16.0635

DOSEN PEMBIMBING :
Paulina Maya Octasari,M.Sc.,Apt

LABORATORIUM FARMAKOTERAPI
AKADEMI FARMASI THERESIANA
SEMARANG
2017
I.              TUJUAN
1.        Mahasiswa dapat mempelajari dan mengetahui pengaruh pemberian tablet diazepam pada hewan uji (mencit putih jantan) sebagai ansiolotik / sedative – hipnotika.
2.        Mahasiswa dapat mempelajari dan mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi (dosis) diazepam terhadap efek ansiolotik / sedative – hipnotika pada hewan uji  (mencit).
3.        Mahasiswa mampu memberi perlakuan terhadap hewan uji mencit jantan baik itu sebelum maupun sesudah praktikum.
4.        Mahasiswa mampu menghitung larutan stock dan volume pemberian baik itu larutan kontrol negative, dan obat ansiolitik / sedative (diazepam) pada hewan uji mencit.
5.        Mahasiswa mampu memberikan cairan obat ansiolitik / sedative (diazepam) secara peroral pada hewan uji mencit yang telah dipuasakan.
6.        Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh pemberian tablet diazepam pada hewan uji mencit

II.           DASAR TEORI
Mencit (Mus Musculus) merupakan salah satu hewan coba yang sering digunakan. Mencit memiliki sifat mudah marah, penakut,mudah bersembunyi dan berkumpul, aktif pada malam hari, mudah terganggu oleh manusia. Pengambilan mencit dari kandang dapat dilakukan dengan cara mengambil ekornya kemudian mencit ditaruh dikawat kasa dan ekornya ditarik. Cubit bagian belakang kepala dan jepit ekornya dengan jari kelingking dan jari manis (Syamsudin, 2011).
Penggolongan suatu obat ke dalam jenis sedative-hipnotik menunjukkan bahwa kegunaan terapeutik utamanya adalah menyebabkan sedasi (dengan disertai hilangnya rasa cemas) atau menyebabkan kantuk. Sedative-hipnotik seringkali diresepkan untuk gangguan tidur karena termasuk ke dalam obat-obatan penekan sistem saraf pusat yang dapat menimbulkan depresi (penurunan aktivitas fungsional) dalam berbagai tingkat dalam Sistem Saraf Pusat.(Goodman and Gilman, 2006).
Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi diperuntukkan meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur. Umumnya, obat ini diberikan pada malam hari. Bila zat-zat ini diberikan pada siang hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan menenangkan, maka dinamakan sedatif (Tjay, 2002).
Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP), mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan , hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma dan mati bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan aktifitas, menurunkan respons terhadap rangsangan dan menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis (H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995).
Pada penilaian kualitatif dari obat tidur, perlu diperhatikan faktor-faktor kinetik berikut:
a)    Lama kerjanya obat dan berapa lama tinggal di dalam tubuh
b)   Pengaruhnya pada kegiatan esok hari
c)    Kecepatan mulai bekerjanya
d)   Bahaya timbulnya ketergantungan
e)    Efek “rebound” insomnia
f)    Pengaruhnya terhadap kualitas tidur
g)   Interaksi dengan otot-otot lain
h)   Toksisitas, terutama pada dosis berlebihan (Tjay, 2002).
Sedatif adalah obat tidur yang dalam dosis lebih rendah dari terapi yang diberikan pada siang hari untuk tujuan menenangkan. Sedatif termasuk ke dalam kelompok psikoleptika yang mencakup obat - obat yang menekan atau menghambat sisem saraf pusat. Sedatif berfungsi menurunkan aktivitas, mengurangi ketegangan, dan menenangkan penggunanya. Keadaan sedasi juga merupakan efek samping dari banyak obat yang khasiat utamanya tidak menekan Sistem Saraf Pusat, misalnya antikolinergika. (Lullmann, 2000).
Sedatif-hipnotik berkhasiat menekan sistem saraf pusat bila digunakan dalam dosis yang meningkat. Suatu sedatif, misalnya fenobarbital akan menimbulkan efek berturut-turut peredaan, tidur, dan pembiusan total (anestesi), sedangkan pada dosis yang lebih besar lagi dapat menyebabkan koma depresi pernafasan dan kematian. Bila diberikan berulang kali untuk jangka waktu lama, senyawa ini lazimnya menimbulkan ketergantungan dan ketagihan. (Neal, 2002).
Efek hipnotik meliputi depresi sistem saraf pusat yang lebih kuat daripada sedasi, hal ini dapat dicapai dengan semua obat sedative dengan peningkatan dosis. Depresi sistem saraf pusat yang bergantung pada tingkat dosis merupakan karakteristik dari sedative-hipnotik. Dengan peningkatan dosis yang diperlukan untuk hipnotik dapat mengarah kepada keadaan anestesi umum. Masih pada dosis yang tinggi, obat sedative-hipnotik dapat mendepresi pusat-pusat pernafasan dan vasomotor di medulla, yang dapat mengakibatkan koma dan kematian. (Katzung, 2002).
Bentuk yang paling ringan dari penekanan sistem saraf pusat adalah sedasi, dimana penekanan sistem saraf pusat tertentu dalam dosis yang lebih rendah dapat menghilangkan respon fisik dan mental tetapi tidak mempengaruhi kesadaran. Sedatif terutama digunakan pada siang hari, dengan meningkatkan dosis dapat menimbulkan efek hipnotik. Jika diberikan dalam dosis yang sangat tinggi, obat-obat sedatif-hipnotik mungkin dapat mencapai anestesi, sebagai contoh adalah barbiturat dengan masa kerja yang sangat singkat yang digunakan untuk menimbulkan anestesi adalah natrium thiopental (Pentothal) (Katzung, 2002).
Obat-obatan sedatiif hipnotik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni:
1.        Benzodiazepin: alprazolam, klordiazepoksid, klorazepam, diazepam, klorazepam, lorazepam, midazolam.
2.      Barbiturat: amobarbital, pentobarbital, fenobarbital, sekobarbital, thiopental, metoheksital, heksobarbital.
3.      Golongan obat nonbarbiturat-nonbenzodiazepin: meprobamat, ketamin, propofol, dekstrometorphan, buspiron, kloralhidrat (Ganiswarna, 1995).
Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yakni anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medulla spinalis, dan amnesia retrograde. Benzodiazepin banyak digunakan dalam praktek klinik. Keunggulan benzodiazepin dari barbiturat yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepine telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturate sebagai pramedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitoring anestesi.
Dalam masa perioperative, midazolam telah menggantikan penggunaan diazepam. Selain itu, benzodiazepine memiliki antagonis khusus, yaitu flumazenil.(Craig, 2007). Efek sedative timbul dari aktivasi reseptor GABAA sub unit alpha-1 yang merupakan 60% dari reseptor GABA di otak (korteks serebral, korteks sereblum, thalamus). Sementara efek ansiolitik timbul dari aktifasi GABA sub unit alpha 2 (Hipokampus dan amigdala) (Craig, 2007).
Perbedaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine menunjukkan perbedaan potensi (afinitas terhadap reseptor), kelarutan lemak (kemampuan menembus sawar darah otak dan redistribusi jaringan perifer) dan farmakokinetik (penyerapan, distribusi, metabolism dan ekskresi). Hampir semua benzodiazepine larut dalam lemak dan terikat kuat dengan protein plasma. Sehingga keadaan hipoalbumin pada cirrhosis hepatis dan chronic renal disease akan meningkatkan efek obat ini.(Craig, 2007).
Benzodiazepine menurunkan degradasi adenosine dengan menghambat transportasi nukleosida. Adenosine penting dalam regulasi fungsi jantung (penurunan kebutuhan oksigen jantung melalui penurunan detak jantung dan meningkatkan oksigenase melalui vasodilatasi arteri koroner) dan semua fungsi fisiologi proteksi jantung.(Goodman and Gilman, 2006).

III.        ALAT DAN BAHAN
ALAT
BAHAN
Rotaroad
Erlemeyer
Spuit oral
Timbangan analitik digital
Labu takar 50ml
Baker glass
Batang Pengaduk
Pipet volume
Diazepam tablet 4-40mg/kg BB.
Aquadest
CMC Na
Hewan uji mencit jantan dengan berat badan 20-30 g, telah dipuasakan selama satu malam dan tetap diberi minum dengan air ad libitum

IV.        CARA KERJA
A.      Pembuatan Larutan Stok CMC Na
Ditimbang CMC Na, masukkan kedalam mortir.
Diukur aquadest panas, dimasukkan kedalam CMC Na, dikembangkan,aduk hingga homogen.
Ditambahkan Aqua dest ad 50 ml
B.       Pembuatan Larutan Stok Diazepam
Ditimbang CMC Na, masukkan kedalam mortir, kembangkan, aduk homogen.
Diambil diazepam tablet, digerus didalam mortir, aduk hingga homogen.
Hasilnya dimasukkan kedalam beakerglass sampai 50ml.
Digojog sampai homogen.


C.      Perlakuan Awal
Menggunakan Rotarod menurut Chondoka and Ray Ghatak (1989)
Mencit diadaptasikan selama 5 menit pada rotarod mulai 3 hari sebelum praktikum dilaksanakan
Mencit di puasakan 1 malam sebelum pratikum tetapi tetap di beri minum ad libitum
Mencit ditimbang  satu persatu, dicatat dan ditandai pada bagian ekor mencit
Mencit jantan diadaptasikan kembali 5 menit pada rotaroad sebelum praktikum.
D.      Prosedur Pemberian Diazepam Secara Peroral
Dipegang mencit jantan pada tengkuk.
Jarum oral diisi dengan larutan diazepam sesuai dengan dosis yang dikehendaki dan sesuai berat badan masing-masing mencit jantan.
Dimasukkan kedalam mulut mencit jantan melalui langit-langit esophagus.
Didorong larutan diazepam tersebut kedalam esophagus.
Setiap kelompok praktikum diberi 5 ekor mencit, setiap mencit diberikan perlakuan masing-masing yaitu :
a.       Mencit 1 merupakan kontrol negatif  (CMC Na+ aquadest)
b.      Mencit 2 diberi diazepam dosis 4 mg secara peroral
c.       Mencit 3 diberi diazepam dosis 8 mg secara peroral
d.      Mencit 4 diberi diazepam dosis 12 mg secara peroral
e.       Mencit 5 diberi diazepam dosis 16 mg secara peroral
Dicatat waktu pemberian diazepam.
Pada menit 15, 30, 45, 60 mencit jantan diletakkan diatas rotaroad selama 2 menit.
Dicatat berapa kali mencit jantan jatuh dalam 2 menit tersebut.




V.           HASIL PENGOLAHAN DATA SERTA GRAFIK
Dosis Diazepam (DIH edisi 24 halaman 593) untuk manusia 70kg
Ansiolitik : Dosis 1x       =  2-10 mg, 2-4 kali sehari
                   Dosis 1 har= 4-40 mg/hari.
Dosis mencit 20g   = 0,0026 x ( 4mg - 40mg )
                               = 0,0104mg – 0,104mg
Dosis tengah   = ( 0,0104mg + 0,104mg ) : 2
                        = 0,0572mg
Perhitungan Larutan Stok (BB mencit minimal 20g, maximal 40g)
             D                x           BB           =          Vp           x            C
(0,0572mg : 20g)     x          20g          =        0,5ml         x            C    
                                              C            =  0,1144 mg/ml
             D                x           BB           =          Vp           x            C
(0,0572mg : 40g)     x          40g          =        0,5ml         x            C
                                              C            = 0,2288mg/ml
Range konsentrasi larutan stok antara 0,1144mg/ml – 0,2288mg/ml
Konsentrasi yang dipakai adalah 0,15 mg/ml
Perhitungan bahan untuk larutan stok Diazepam 50ml :
1.        Tablet Diazepam @ 5 mg  à 0,15 mg/ml x 50 ml = 1,5 tablet
2.        CMC Na = 0,5% x 50 ml = 0,25g
3.        Aquadest ad 50 ml
Perhitungan bahan untuk larutan stok CMC Na ( kontrol negatif )
1.        CMC Na = 1% x 50ml = 0,5g
2.        Aquadest ad 50 ml
Data berat badan mencit kelompok VI :
1.      Mencit I    =  31, 16 gram (Diazepam 4 mg)
2.      Mencit II   =  33,20 gram (Kontrol Negatif)
3.      Mencit III  =  23, 50 gram (Diazepam 8 mg)
4.      Mencit IV  =  26,45 gram (Diazepam 12 mg)
5.      Mencit V    = 23,42 gram (Diazepam 16 mg)
Perhitungan Volume Pemberian
1.        Mencit I
Dosis mencit 20g = 0,0026 x 4mg = 0,0104mg
                 D                 x           BB          =           Vp           x            C
     (0,0104mg : 20g)    x        31,16g       =          Vp           x     0,15mg/ml
                                                  Vp          = 0,108ml ~  0,10ml
2.        Mencit II (Kontrol Negatif)
CMC Na 0,5%
Vp = 0,5ml
3.        Mencit III ( Diazepam 8mg )
Dosis mencit 20g = 0,0026 x 8mg = 0,0208mg
                 D                 x           BB          =           Vp           x            C
     (0,0208mg : 20g)    x        23,70g        =           Vp           x     0,15mg/ml
                                                  Vp           = 0,164ml ~ 0.16 ml
4.      Mencit IV ( Diazepam 12mg )
Dosis mencit 20g = 0,0026 x 12mg  = 0,0312mg
                 D                 x           BB          =           Vp           x            C
(0,0312mg : 20mg)      x        26,45g        =           Vp           x     0,15mg/ml
                                                  Vp           = 0,275ml ~ 0,27 ml
5.      Mencit V ( Diazepam 16mg )
Dosis mencit 20g = 0,0026 x 16mg  = 0,0416mg
                 D                 x           BB          =           Vp           x            C
( 0,0416mg : 20mg)     x        23,42g        =           Vp           x     0,15mg/ml
                                                  Vp           = 0,324ml ~ 0,32 ml









VI.        DATA HASIL PENGAMATAN
MENCIT NO:
BERAT MENCIT
(GRAM)
DOSIS
Vp
(ML)
JAM MASUK OBAT (WIB)
JUMLAH JATUH
15 MENIT
30 MENIT
45 MENIT
60  MENIT
JAM
JATUH (X)
JAM
JATUH (X)
JAM
JATUH (X)
JAM
JATUH (X)

I

II

III

IV

V

31,6

33,20

23,70

26,45

23,42

4 MG

KONTROL-

8 MG

12 MG

16 MG

0,1

0,5

0,2

0,27

0,3

18.01

18.04

18.00

18.06

18.08

18.16

18.19

18.15

18.21

18.23

0

0

0

-

0

18.33

18.36

18.32

18.38

18.40

2

0

1

-

3

18.50

18.53

18.49

18.55

18.57

1

0

0

-

2

19.07

19.10

19.06

19.12

19.18

1

0

0

-

0
KETERANGAN:
Vp                   : Volume pemberian obat
-                      : Mencit mati
Jumlah jatuh   : Jumlah berapa kali mencit jatuh setelah diletakkan di rotaroad selama 2 menit pada menit ke 15, 30, 45 dan 60.


VII.     PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mampu mengetahui efek sedatif sediaan tablet Diazepam pada mencit jantan dengan variasi dosis. Diazepam merupakan obat yang memberikan efek ansietas pada dosis rendah, memberikan efek sedatif pada dosis yang lebih tinggi, dan memberikan efek hipnotik pada tingkat dosis lebih lanjut. Diazepam merupakan obat golongan benzodiazepin yang bekerja dengan menekan susunan saraf pusat ( SSP ).
Efek dari obat Diazepam dapat terjadi karena pengaruh GABA ( Gamma Amino Butiric Acid ) pada SSP. GABA merupakan neurotransmitter inhibitor yang akan menghalangi penghantaran impuls di serabut saraf. GABA akan membuka gerbang ion Cl- sehingga serabut saraf akan bermuatan negatif, sehingga impuls susah dihantarkan. Tingkat GABA yang abnormal akan memicu gangguan tidur, gangguan makan, menyebabkan kejang otot dan epilepsi. GABA bekerja pada reseptornya yaitu reseptor GABA. Reseptor GABA terdapat dalam 3 tipe, yaitu reseptor GABAA, GABAB, GABAC.
Reseptor GABAA inilah yang dapat di modulasi oleh obat golongan benzodiazepin. Reseptor GABAA memiliki tempat ikatan dengan obat golongan benzodiazepin yang disebut benzodiazepine binding site (sisi alosterik reseptor). Suatu obat yang bereaksi dengan sisi alosterik menyebabkan efek agonis. Aktifitas GABA oleh neurotransmitternya akan membuka kanal Cl- dan menyebabkan terjadinya hiperpolarisasi yang menghambat penghantaran potensial aksi. Inilah yang menimbulkan efek sedatif dan anestesi.
Cara pengamatan menggunakan alat Rotaroad, dimana mencit harus berjalan secara terus menerus pada alat untuk menghindari agar mencit tidak terjatuh. Prinsip kerja dari penggunaan Rotaroad adalah mengukur prosentase daya sedatif obat dengan cara menghitung jumlah mencit jatuh dari Rotaroad kecepatan 50 rpm.
Perbedaan efek antara ansiolitik, sedatif dan hipnotik pada mencit tergantung dari dosis yang diberikan. Pada ansiolitik hanya akan memberikan efek ringan yaitu menghilangkan kecemasan (ansietas) yang dirasakan mencit saja. Sedangkan pada dosis sedatif akan memberikan efek tenang dan membuat mencit menjadi diam, dan pada dosis hipnotik akan membuat mencit tertidur atau berada dalam alam bawah sadar.
Ansiolitik Benzodiazepin sebagai ansiolitik efektif dalam menghilangkan ansietas (kecemasan) dan banyak digunakan. Dipakai untuk gejala-gejala yang berkaitan dengan stress, tidak bahagia atau penyakit fisik minor. Obat-obat tersebut tidak boleh digunakan untuk mengobati depresi, kondisi fobia, obsesi atau psikosis kronik. Pada anak-anak pengobatan ansiolitik hanya boleh digunakan untuk menghilangkan ansietas akut (dan insomnia yang terkait) yang disebabkan oleh rasa takut misalnya sebelum operasi.
Pengobatan ansiolitik dipakai dengan dosis serendah mungkin dan waktu sejangka pendek mungkin. Ketergantungan terutama terjadi pada pasien dengan riwayat penyalahgunaan alkohol atau obat dan gangguan kepribadian yang jelas.  Ansiolitk terutama benzodiazepin juga dikenal sebagai trankuiliser minor. Istilah ini tidak tepat oleh karena bukan hanya berbeda dengan obat antipsikotik (trankuiliser mayor) bahkan penggunaanya pun sama sekali tidak berarti minor.
Antipsikosis pada dosis rendah kadang-kadang dipakai pada ansietas yang berat untuk kerja sedasinya akan tetapi penggunaan jangka panjang harus dihindarkan utuk menghindari resiko terjadinya tardive dyskinesia. Benzodiazepin merupakan ansiolitik yang paling banyak digunakan.
Obat ini telah menggantikan barbiturat dan meprobamat dalam pengobatan ansietas karena Benzodiazepin lebih efektif dan aman. Pada waktu ini, terdapat sekitar 20 derivat Benzodiazepin. Benzodiazepin dipakai untuk pemakaian jangka pendek pada ansietas yang berat. Kerja yang panjang dimiliki oleh: diazepam, alprazolam, bromazepam, klordiazepoksid, klobazam dan klorazepat. Kerja jangka pendek dimiliki oleh: lorazepam dan oksazepam dipakai pada pasien dengan gangguan hati tetapi mempunyai resiko besar pada pemutusan obat.
Diazepam dan lorazepam kadang-kadang dipakai secara i.v (intravena) untuk mengendalikan panik. Pemakaian i.m (intramuscular) tidak lebih menguntungkan dibandingkan pemakaian oral.
Pada saat praktikum obat ini dibagi menjadi beberapa dosis (4 dosis berbeda) untuk mengetahui perbedaan onset dan durasi kerja dari diazepam. Saat diazepam dikonsumsi secara oral, obat ini secara cepat diabsorbsi dan memiliki onset kerja yang cepat. Onset kerjanya 1-5 menit melalui i.v (intravena) dan 15-30 menit melalui i.m (intramuscular) durasi kerja dari diazepam untuk mencapai efek farmakologis puncak adalah sekitar 15 menit sampai 1 jam untuk kedua rute pemberian (Langsam, Y., 2006). Bioavailabilitasnya melalui pemberian oral adalah 100%, dan 90% melalui rektal. Kadar puncak dalam plasma terjadi setelah 30 menit dan 90 menit melalui pemberial oral dan 30 menit dan 60 menit melalui intra muskular; melalui rektal kadar puncak dalam plasma terjadi setelah 10 menit sampai 45 menit. (Riss, J.; Cloyd, J.; Gates, J.; Collins, S., Aug 2008).
Pemberian CMC NA sebagai kontrol negatif pada mencit II digunakan sebagai pembansing dari efek sedatif diazepam, dan mencit II pada menit ke 15, 30, 45 dan 60 tidak terjatuh sama sekali karena tidak ada pengaruh efek sedatif.
Pemberian dengan dosis 4 mg pada menit ke 15, mencit I tidak terjatuh baru menit ke 30 mencit I terjatuh 2 kali. Pada menit ke 45 mencit I jatuh 1 kali, dan menit ke 60 mencit I jatuh 1 kali.
Pemberian dengan dosis 8 mg pada menit ke 15 mencit III juga tidak terjatuh pada menit ke 30  mencit III terjatuh 1 kali, sedangkan pada menit ke 45 dan 60 mencit III tidak terjatuh sama sekali, menurut teori seharusnya mencit lebih sering jatuh karena dosis diazepam yang diberikan lebih banyak daripada dosis pada mencit I,banyak kemungkinan kesalahan yang terjadi.
Pemberian dengan dosis 12 mg mencit IV tidak bila dilakukan pengamatan dikarenakan setelah diberi diazepam, mencit mati.
Pemberian dengan dosis 16 mg pada menit ke 15 mencit V tidak terjatuh juga, tetapi setelah menit ke 30 mencit V jatuh sebanyak 3 kali. Pada menit ke 45 menit mencit V jatuh lagi sebanyak 2 kali dan pada menit ke 60 mencit V tidak terjatuh.
Dari pemberian dosis 4mg, 8mg, dan 16mg pada masing-masing mencit menit ke 15, mencit tidak terjatuh, baru setelah menit ke 30 dan 45 mencit mulai jatuh dan setelah menit 60 efek dari diazepam mulai berkurang.Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa kadar puncak dalam plasma melalui pemberian oral terjadi setelah 30 sampai 60 menit. Jatuhnya mencit di rotaroad juga dipengaruhi oleh kadar diazepam yang berbeda-beda. Semakin tinggi kadar semakin sering mencit jatuh. Namun demikian pada data yang didapat, diketahui bahwa ada beberapa penyimpangan yaitu adanya mencit yang jatuh lebih sering pada kadar obat rendah daripada kadar obat yang tinggi. Ketidaksesuaian hasil dapat terlihat pada pemberian dosis diazepam 8 mg dibandingkan dengan pemberian dosis diazepam 4mg .  Efek terbesar justru didapatkan pada dosis Diazepam 8mg. Ketidaksesuaian yang terjadi diakibatkan dari berbagai faktor, yaitu :
1.        Human error ( kesalahan manusia )
Kesalahan terjadi disebabkan oleh dosis Diazepam tidak terdistribusi baik. Cara pemberian yang kurang teliti dan akurat, sehingga dosis ada yang terbuang. Adanya kesalahan pada saat penyuntikan per oral pada masing-masing mencit. Zat obat tidak masuk semua karena jarum belum sampai pada saluran cerna, sehingga obat yang diberikan akan sering dimuntahkan lagi oleh mencit.
Pemeliharaan mencit yang kurang maksimal sehingga mempengaruhi kondisi mencit yang menjadi hewan uji, sehingga absorbsi obat menjadi terganggu.
2.        Hewan uji
        Pada praktikum kali ini banyak hewan uji ( mencit jantan ) yang dalam kondisi tidak sehat. Sehingga mempengaruhi kemampuan mencit dalam berjalan di atas rotaroad. Kemampuan adaptasi tiap mencit juga berbeda-beda, yang berakibat dengan dosis yang lebih besar, mencit masih dapat berjalan dengan baik, dibandingkan mencit yag mendapat dosis yang lebih rendah. Hewan uji juga mengalami stress yang berbeda karena penanganan dalam pemberian suntikan per oral tiap mahasiswa berbeda-beda ( penyuntikan tidak dilakukan oleh satu orang ).
Faktor-faktor tersebut mempengaruhi hasil akhir yang didapat. Sehingga hasil akhir yang diperoleh daya sedatif tertinggi didapatkan pada dosis Diazepam 16mg, kemudian 4mg, dan terakhir 8mg.

VIII.  KESIMPULAN
1.        Mahasiswa mampu memberikan perlakuan terhadap mencit jantan, walaupun belum maksimal dan mengakibatkan kondisi beberapa mencit menjadi tidak stabil ketika akan digunakan sebagai hewan uji.
2.        Mahasiswa mampu melakukan perhitungan larutan stok kontrol negatif menggunakan CMC Na dan  perhitungan larutan stok larutan Diazepam. Dan mampu menghitung volume pemberian yang diperlakukan pada tiap mencit, sesuai berat badan mencit.
3.        Mahasiswa mampu memberikan larutan obat Diazepam pada mencit secara peroral. Mengetahui bahwa Diazepam mampu memberikan efek sedatif/ansiolitik, berdasarkan pengamatan pada banyaknya jumlah mencit jatuh dari alat rotaroad.
4.        Mahasiswa dapat mengamati perbedaan efek yang terjadi dengan dosis yang berbeda. Hasil yang didapat tidak sesuai dengan teori, dimana dengan dosis yang lebih besar akan memberikan efek sedatif yang lebih besar.
5.        Dosis diazepam sebagai ansiolitik berbeda dengan dosis sedatif-hipnotik. Diazepam sebagai ansiolitik hanya mengurangi kecemasan yaitu dengan memberikan rasa tenang sedangkan pada sedatif dan hipnotik dapat memberikan efek tidur hingga masuk ke dalam alam bawah sadar.
6.        Semakin tinggi dosis diazepam yang digunakan seharusnya efek tenang yang dihasilkan semakin cepat yang ditandai dengan jumlah jatuh yang semakin banyak.
7.        Sehingga dapat disimpulkan, dari praktikum kali ini daya sedatif Diazepam dari terendah hingga tertinggi adalah Diazepam dosis 16mg, Diazepam dosis 4mg,dan Diazepam dosis 8mg (Human error).

IX.        DAFTAR PUSTAKA
Craig, R.Craig and Robert E.Stitzel. (2007). Modern Pharmacology With Clinical  Application-6th Ed. Lippncott Williams & Wilkin. Virginia.
Ganiswara, Sulistia G (Ed). 1995.Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Goodman and Gilman. (2006). The Pharmacologic Basis of Therapeutics – 11th Ed.,McGraw-Hill Companies. Inc, New York. Ganiswarna. (1995). Farmakologi dan Terapi, Jakarta, FKUI.
H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D. 1995. Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia: Jakarta
Katzung, G.Bertram. (2007). Basic & Clinical Pharmacology – 10th Ed. The McGraw-Hill Companies. Inc, New York.
Lüllmann, Heinz, [et al.]. (2000). Color Atlas of Pharmacology 2nd Ed. Thieme. New York.
Neal,J.Michael. (2002). Medical Pharmacology at a glance-4th Ed. Blackwell science Ltd. London.
Syamsudin. 2011. Farmakologi Eksperimental. Universitas Indonesia: Jakarta
Tjay, T. H. dan Rahardja. K. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi Kelima Cetakan Kedua. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

                                                                           Semarang,

Mengetahui,
Dosen Pembimbing



( Paulina Maya Octasari,M.Sc.,Apt)

                          Praktikan                                                   Praktikan


                   (Dina Umayasari)                                  (Hanik Utaminingrum)                         

                          Praktikan                                                   Praktikan                          



               (Natalia Catur Suci L.)                                   (Winarti Ekasari)
                                                           
Pratikan



                                                   ( Zandy Tiaravani )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar