LAPORAN PRAKTIKUM
FARMAKOTERAPI
Mengetahui Efek
Perbedaan Konsentrasi Pemberian Obat Ansiolitik / Sedatif (Diazepam)
pada Hewan Uji
Mencit
Disusun oleh :
1.
Dina Umayasari 16.0626
2.
Hanik Utaminingrum 16.0651
3.
Natalia Catur Suci
L. 16.0643
4.
Winarti Ekasari 16.0618
5.
Zandy Tiaravani 16.0635
DOSEN PEMBIMBING :
Paulina Maya Octasari,M.Sc.,Apt
LABORATORIUM FARMAKOTERAPI
AKADEMI FARMASI
THERESIANA
SEMARANG
2017
I.
TUJUAN
1.
Mahasiswa dapat
mempelajari dan mengetahui pengaruh pemberian tablet
diazepam pada hewan uji (mencit putih jantan) sebagai ansiolotik
/ sedative – hipnotika.
2.
Mahasiswa dapat
mempelajari dan mengetahui pengaruh perbedaan
konsentrasi (dosis) diazepam terhadap efek ansiolotik
/ sedative – hipnotika pada hewan uji (mencit).
3.
Mahasiswa mampu memberi
perlakuan terhadap hewan uji mencit jantan baik itu sebelum maupun sesudah
praktikum.
4.
Mahasiswa mampu
menghitung larutan stock dan volume pemberian baik itu larutan kontrol
negative, dan obat ansiolitik / sedative (diazepam) pada hewan uji mencit.
5.
Mahasiswa mampu
memberikan cairan obat ansiolitik / sedative (diazepam) secara peroral pada
hewan uji mencit yang
telah dipuasakan.
6.
Mahasiswa dapat
mengetahui pengaruh pemberian tablet diazepam pada hewan uji mencit
II.
DASAR TEORI
Mencit (Mus Musculus) merupakan salah satu hewan coba yang sering
digunakan. Mencit memiliki sifat mudah marah, penakut,mudah bersembunyi dan
berkumpul, aktif pada malam hari, mudah terganggu oleh manusia. Pengambilan mencit dari
kandang dapat dilakukan dengan cara mengambil ekornya kemudian mencit ditaruh
dikawat kasa dan ekornya ditarik. Cubit bagian belakang kepala dan jepit
ekornya dengan jari kelingking dan jari manis (Syamsudin, 2011).
Penggolongan suatu obat ke dalam jenis
sedative-hipnotik menunjukkan bahwa kegunaan terapeutik utamanya adalah
menyebabkan sedasi (dengan disertai hilangnya rasa cemas) atau menyebabkan
kantuk. Sedative-hipnotik seringkali diresepkan untuk gangguan tidur karena
termasuk ke dalam obat-obatan penekan sistem
saraf pusat yang dapat
menimbulkan depresi (penurunan aktivitas fungsional) dalam berbagai tingkat
dalam Sistem Saraf Pusat.(Goodman and Gilman, 2006).
Hipnotika atau obat tidur adalah
zat-zat yang dalam dosis terapi diperuntukkan meningkatkan keinginan faali
untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur. Umumnya, obat ini diberikan
pada malam hari. Bila zat-zat ini diberikan pada siang hari dalam dosis yang
lebih rendah untuk tujuan menenangkan, maka dinamakan sedatif (Tjay, 2002).
Hipnotik sedatif merupakan golongan
obat depresan susunan saraf pusat (SSP), mulai yang ringan yaitu menyebabkan
tenang atau kantuk, menidurkan , hingga yang berat (kecuali benzodiazepine)
yaitu hilangnya kesadaran, koma dan mati bergantung kepada dosis. Pada dosis
terapi obat sedasi menekan aktifitas, menurunkan respons terhadap rangsangan
dan menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta
mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis (H. Sarjono, Santoso dan
Hadi R D., 1995).
Pada penilaian kualitatif dari obat
tidur, perlu diperhatikan faktor-faktor kinetik berikut:
a) Lama kerjanya obat dan
berapa lama tinggal di dalam tubuh
b) Pengaruhnya pada kegiatan esok hari
c) Kecepatan mulai bekerjanya
d) Bahaya timbulnya ketergantungan
e) Efek “rebound” insomnia
f) Pengaruhnya terhadap kualitas tidur
g) Interaksi dengan otot-otot lain
h) Toksisitas, terutama pada dosis berlebihan (Tjay, 2002).
Sedatif adalah obat tidur yang
dalam dosis lebih rendah dari terapi yang diberikan pada siang hari untuk
tujuan menenangkan. Sedatif termasuk ke dalam kelompok psikoleptika yang
mencakup obat - obat yang menekan atau menghambat sisem saraf pusat. Sedatif
berfungsi menurunkan aktivitas, mengurangi ketegangan, dan menenangkan
penggunanya. Keadaan sedasi juga merupakan efek samping dari banyak obat yang
khasiat utamanya tidak menekan Sistem Saraf Pusat, misalnya antikolinergika. (Lullmann,
2000).
Sedatif-hipnotik berkhasiat menekan
sistem saraf pusat bila digunakan
dalam dosis yang meningkat. Suatu sedatif, misalnya fenobarbital akan
menimbulkan efek berturut-turut peredaan, tidur, dan pembiusan total
(anestesi), sedangkan pada dosis yang lebih besar lagi dapat menyebabkan koma
depresi pernafasan dan kematian. Bila diberikan berulang kali untuk jangka
waktu lama, senyawa ini lazimnya menimbulkan ketergantungan dan ketagihan. (Neal, 2002).
Efek
hipnotik meliputi depresi sistem saraf pusat yang lebih kuat daripada sedasi,
hal ini dapat dicapai dengan semua obat sedative dengan peningkatan dosis.
Depresi sistem saraf
pusat yang bergantung pada tingkat dosis merupakan karakteristik dari sedative-hipnotik.
Dengan peningkatan dosis yang diperlukan untuk hipnotik dapat mengarah kepada
keadaan anestesi umum. Masih pada dosis yang tinggi, obat sedative-hipnotik
dapat mendepresi pusat-pusat pernafasan dan vasomotor di medulla, yang dapat
mengakibatkan koma dan kematian. (Katzung,
2002).
Bentuk yang paling ringan dari
penekanan sistem saraf pusat adalah sedasi, dimana penekanan sistem saraf pusat
tertentu dalam dosis yang lebih rendah dapat menghilangkan respon fisik dan
mental tetapi tidak mempengaruhi kesadaran. Sedatif terutama digunakan pada
siang hari, dengan meningkatkan dosis dapat menimbulkan efek hipnotik. Jika
diberikan dalam dosis yang sangat tinggi, obat-obat sedatif-hipnotik mungkin
dapat mencapai anestesi,
sebagai contoh adalah barbiturat dengan masa kerja yang sangat singkat yang
digunakan untuk menimbulkan anestesi adalah natrium thiopental (Pentothal)
(Katzung, 2002).
Obat-obatan sedatiif hipnotik
diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni:
1.
Benzodiazepin:
alprazolam, klordiazepoksid, klorazepam, diazepam, klorazepam,
lorazepam, midazolam.
2. Barbiturat:
amobarbital, pentobarbital, fenobarbital, sekobarbital, thiopental,
metoheksital, heksobarbital.
3. Golongan
obat nonbarbiturat-nonbenzodiazepin: meprobamat, ketamin, propofol,
dekstrometorphan, buspiron, kloralhidrat (Ganiswarna, 1995).
Benzodiazepin adalah obat yang
memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yakni anxiolisis, sedasi, anti
konvulsi, relaksasi otot melalui medulla spinalis, dan amnesia retrograde. Benzodiazepin
banyak digunakan dalam praktek klinik. Keunggulan benzodiazepin dari barbiturat
yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah,
margin dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat dan tidak menginduksi
enzim mikrosom di hati. Benzodiazepine telah banyak digunakan sebagai pengganti
barbiturate sebagai pramedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam
monitoring anestesi.
Dalam masa perioperative, midazolam
telah menggantikan penggunaan diazepam. Selain itu, benzodiazepine memiliki
antagonis khusus, yaitu flumazenil.(Craig, 2007). Efek sedative timbul
dari aktivasi reseptor GABAA sub unit alpha-1 yang merupakan
60% dari reseptor GABA di otak (korteks serebral, korteks sereblum, thalamus).
Sementara efek ansiolitik timbul dari aktifasi GABA sub unit alpha 2
(Hipokampus dan amigdala) (Craig, 2007).
Perbedaan onset dan durasi kerja
diantara benzodiazepine menunjukkan perbedaan potensi (afinitas terhadap
reseptor), kelarutan lemak (kemampuan menembus sawar darah otak dan
redistribusi jaringan perifer) dan farmakokinetik (penyerapan, distribusi,
metabolism dan ekskresi). Hampir semua benzodiazepine larut dalam lemak dan
terikat kuat dengan protein plasma. Sehingga keadaan hipoalbumin pada cirrhosis
hepatis dan chronic renal disease akan meningkatkan efek obat ini.(Craig,
2007).
Benzodiazepine menurunkan degradasi
adenosine dengan menghambat transportasi nukleosida. Adenosine penting dalam
regulasi fungsi jantung (penurunan kebutuhan oksigen jantung melalui penurunan
detak jantung dan meningkatkan oksigenase melalui vasodilatasi arteri koroner)
dan semua fungsi fisiologi proteksi jantung.(Goodman and Gilman, 2006).
III.
ALAT DAN BAHAN
ALAT
|
BAHAN
|
Rotaroad
Erlemeyer
Spuit oral
Timbangan analitik digital
Labu takar 50ml
Baker glass
Batang Pengaduk
Pipet volume
|
Diazepam tablet 4-40mg/kg
BB.
Aquadest
CMC Na
Hewan uji mencit
jantan dengan berat badan 20-30 g, telah dipuasakan selama satu malam dan
tetap diberi minum dengan air ad libitum
|
IV.
CARA KERJA
A.
Pembuatan
Larutan Stok CMC Na
Ditimbang
CMC Na, masukkan kedalam mortir.
↓
Diukur
aquadest panas, dimasukkan kedalam CMC Na, dikembangkan,aduk hingga homogen.
↓
Ditambahkan Aqua dest ad 50 ml
B.
Pembuatan
Larutan Stok Diazepam
Ditimbang
CMC Na, masukkan kedalam mortir, kembangkan, aduk homogen.
↓
Diambil
diazepam tablet, digerus didalam mortir, aduk hingga
homogen.
↓
Hasilnya
dimasukkan kedalam beakerglass sampai 50ml.
Digojog
sampai homogen.
C.
Perlakuan
Awal
Menggunakan
Rotarod menurut Chondoka and Ray Ghatak (1989)
Mencit
diadaptasikan selama 5 menit pada rotarod mulai 3 hari
sebelum praktikum dilaksanakan
↓
Mencit di puasakan 1 malam sebelum pratikum tetapi tetap di beri minum ad libitum
↓
Mencit
ditimbang satu persatu, dicatat dan ditandai pada bagian ekor mencit
↓
Mencit
jantan diadaptasikan kembali 5 menit pada rotaroad
sebelum praktikum.
D.
Prosedur
Pemberian Diazepam Secara Peroral
Dipegang
mencit jantan pada tengkuk.
↓
Jarum
oral diisi dengan larutan diazepam sesuai dengan dosis yang dikehendaki dan
sesuai berat badan masing-masing mencit jantan.
↓
Dimasukkan
kedalam mulut mencit jantan melalui langit-langit esophagus.
↓
Didorong
larutan diazepam tersebut kedalam esophagus.
↓
Setiap kelompok praktikum diberi 5 ekor
mencit, setiap mencit diberikan perlakuan masing-masing yaitu :
a. Mencit
1 merupakan kontrol negatif (CMC Na+ aquadest)
b. Mencit
2 diberi diazepam dosis 4 mg secara peroral
c. Mencit
3 diberi diazepam dosis 8 mg secara peroral
d. Mencit
4 diberi diazepam dosis 12 mg secara peroral
e. Mencit
5 diberi diazepam dosis 16 mg secara peroral
↓
Dicatat
waktu pemberian diazepam.
Pada
menit 15, 30, 45, 60 mencit jantan diletakkan diatas rotaroad selama 2 menit.
↓
Dicatat
berapa kali mencit jantan jatuh dalam 2 menit tersebut.
V.
HASIL PENGOLAHAN DATA SERTA GRAFIK
Dosis Diazepam (DIH edisi 24
halaman 593) untuk manusia 70kg
Ansiolitik
: Dosis
1x = 2-10 mg, 2-4 kali sehari
Dosis
1 hari =
4-40 mg/hari.
Dosis mencit 20g = 0,0026 x ( 4mg - 40mg )
= 0,0104mg –
0,104mg
Dosis
tengah =
( 0,0104mg + 0,104mg ) : 2
=
0,0572mg
Perhitungan Larutan Stok (BB mencit minimal 20g, maximal 40g)
D x BB = Vp x C
(0,0572mg : 20g) x 20g = 0,5ml x C
C = 0,1144
mg/ml
D x BB = Vp x C
(0,0572mg : 40g) x 40g = 0,5ml x C
C = 0,2288mg/ml
Range
konsentrasi larutan stok antara 0,1144mg/ml
– 0,2288mg/ml
Konsentrasi
yang dipakai adalah 0,15 mg/ml
Perhitungan bahan untuk larutan
stok Diazepam 50ml :
1.
Tablet Diazepam @ 5
mg à 0,15 mg/ml x 50 ml = 1,5 tablet
2.
CMC Na = 0,5% x 50 ml =
0,25g
3.
Aquadest ad 50 ml
Perhitungan
bahan untuk larutan stok CMC Na ( kontrol negatif )
1.
CMC Na = 1% x 50ml =
0,5g
2.
Aquadest ad 50 ml
Data
berat badan mencit kelompok VI :
1.
Mencit I =
31, 16 gram
(Diazepam 4 mg)
2.
Mencit II = 33,20 gram (Kontrol Negatif)
3.
Mencit III = 23, 50 gram (Diazepam 8 mg)
4.
Mencit IV = 26,45 gram (Diazepam 12 mg)
5.
Mencit V = 23,42 gram (Diazepam 16 mg)
Perhitungan
Volume Pemberian
1.
Mencit I
Dosis mencit 20g = 0,0026 x 4mg = 0,0104mg
D x BB = Vp x C
(0,0104mg :
20g) x 31,16g = Vp x 0,15mg/ml
Vp
= 0,108ml ~ 0,10ml
2.
Mencit II (Kontrol
Negatif)
CMC Na 0,5%
Vp = 0,5ml
3.
Mencit III ( Diazepam
8mg )
Dosis mencit 20g = 0,0026 x 8mg =
0,0208mg
D x BB = Vp x C
(0,0208mg : 20g) x 23,70g = Vp x 0,15mg/ml
Vp =
0,164ml ~ 0.16 ml
4.
Mencit IV ( Diazepam 12mg
)
Dosis mencit 20g = 0,0026 x 12mg = 0,0312mg
D x BB = Vp x C
(0,0312mg : 20mg) x 26,45g = Vp x 0,15mg/ml
Vp =
0,275ml ~ 0,27 ml
5.
Mencit V ( Diazepam 16mg
)
Dosis mencit 20g = 0,0026 x 16mg = 0,0416mg
D x BB = Vp x C
( 0,0416mg : 20mg) x 23,42g = Vp x 0,15mg/ml
Vp =
0,324ml ~ 0,32 ml
VI.
DATA HASIL PENGAMATAN
MENCIT NO:
|
BERAT MENCIT
(GRAM)
|
DOSIS
|
Vp
(ML)
|
JAM MASUK OBAT (WIB)
|
JUMLAH JATUH
|
15 MENIT
|
30 MENIT
|
45 MENIT
|
60
MENIT
|
JAM
|
JATUH (X)
|
JAM
|
JATUH (X)
|
JAM
|
JATUH (X)
|
JAM
|
JATUH (X)
|
I
II
III
IV
V
|
31,6
33,20
23,70
26,45
23,42
|
4 MG
KONTROL-
8 MG
12 MG
16 MG
|
0,1
0,5
0,2
0,27
0,3
|
18.01
18.04
18.00
18.06
18.08
|
18.16
18.19
18.15
18.21
18.23
|
0
0
0
-
0
|
18.33
18.36
18.32
18.38
18.40
|
2
0
1
-
3
|
18.50
18.53
18.49
18.55
18.57
|
1
0
0
-
2
|
19.07
19.10
19.06
19.12
19.18
|
1
0
0
-
0
|
KETERANGAN:
Vp :
Volume pemberian obat
- :
Mencit mati
Jumlah jatuh : Jumlah
berapa kali mencit jatuh setelah diletakkan di rotaroad selama 2 menit
pada menit ke 15, 30, 45 dan 60.
VII.
PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan agar
mahasiswa mampu mengetahui efek sedatif sediaan tablet Diazepam pada mencit
jantan dengan variasi dosis. Diazepam merupakan obat yang memberikan efek
ansietas pada dosis rendah, memberikan efek sedatif pada dosis yang lebih tinggi, dan
memberikan efek hipnotik pada tingkat dosis lebih lanjut. Diazepam merupakan
obat golongan benzodiazepin yang bekerja dengan menekan susunan saraf pusat (
SSP ).
Efek dari obat Diazepam dapat
terjadi karena pengaruh GABA ( Gamma Amino Butiric Acid ) pada SSP. GABA
merupakan neurotransmitter inhibitor yang akan menghalangi penghantaran impuls
di serabut saraf. GABA akan membuka gerbang ion Cl- sehingga serabut
saraf akan bermuatan negatif, sehingga impuls susah dihantarkan. Tingkat GABA
yang abnormal akan memicu gangguan tidur, gangguan makan, menyebabkan kejang
otot dan epilepsi. GABA bekerja pada reseptornya yaitu reseptor GABA. Reseptor
GABA terdapat dalam 3 tipe, yaitu reseptor GABAA, GABAB, GABAC.
Reseptor GABAA inilah
yang dapat di modulasi oleh obat golongan benzodiazepin. Reseptor GABAA memiliki
tempat ikatan dengan obat golongan benzodiazepin yang disebut benzodiazepine
binding site (sisi alosterik reseptor). Suatu obat yang bereaksi dengan sisi
alosterik menyebabkan efek agonis. Aktifitas GABA oleh neurotransmitternya akan
membuka kanal Cl- dan menyebabkan terjadinya hiperpolarisasi yang
menghambat penghantaran potensial aksi. Inilah yang menimbulkan efek sedatif
dan anestesi.
Cara pengamatan menggunakan alat
Rotaroad, dimana mencit harus berjalan secara terus menerus pada alat untuk
menghindari agar mencit tidak terjatuh. Prinsip kerja dari penggunaan Rotaroad
adalah mengukur prosentase daya sedatif obat dengan cara menghitung jumlah
mencit jatuh dari Rotaroad kecepatan 50 rpm.
Perbedaan efek antara ansiolitik,
sedatif dan hipnotik pada mencit tergantung dari dosis yang diberikan. Pada ansiolitik hanya
akan memberikan efek ringan yaitu menghilangkan kecemasan (ansietas) yang
dirasakan mencit saja. Sedangkan
pada dosis sedatif akan memberikan efek tenang dan membuat mencit menjadi diam,
dan pada dosis hipnotik akan membuat mencit tertidur atau berada dalam alam
bawah sadar.
Ansiolitik
Benzodiazepin sebagai ansiolitik efektif dalam menghilangkan ansietas
(kecemasan) dan banyak digunakan. Dipakai untuk gejala-gejala yang berkaitan
dengan stress, tidak bahagia atau penyakit fisik minor. Obat-obat tersebut
tidak boleh digunakan untuk mengobati depresi, kondisi fobia, obsesi atau
psikosis kronik. Pada anak-anak pengobatan ansiolitik hanya boleh digunakan
untuk menghilangkan ansietas akut (dan insomnia yang terkait) yang disebabkan
oleh rasa takut misalnya sebelum operasi.
Pengobatan
ansiolitik dipakai dengan dosis serendah mungkin dan waktu sejangka pendek
mungkin. Ketergantungan terutama terjadi pada pasien dengan riwayat
penyalahgunaan alkohol atau obat dan gangguan kepribadian yang
jelas. Ansiolitk terutama benzodiazepin juga dikenal sebagai trankuiliser minor. Istilah ini tidak
tepat oleh karena bukan hanya berbeda dengan obat antipsikotik (trankuiliser mayor) bahkan penggunaanya
pun sama sekali tidak berarti minor.
Antipsikosis
pada dosis rendah kadang-kadang dipakai pada ansietas yang berat untuk kerja
sedasinya akan tetapi penggunaan jangka panjang harus dihindarkan utuk
menghindari resiko terjadinya tardive dyskinesia. Benzodiazepin
merupakan ansiolitik yang paling banyak digunakan.
Obat
ini telah menggantikan barbiturat dan meprobamat dalam
pengobatan ansietas karena Benzodiazepin lebih efektif dan aman. Pada waktu
ini, terdapat sekitar 20 derivat Benzodiazepin. Benzodiazepin
dipakai untuk pemakaian jangka pendek pada ansietas yang berat. Kerja yang
panjang dimiliki oleh: diazepam, alprazolam, bromazepam, klordiazepoksid,
klobazam dan klorazepat. Kerja jangka pendek dimiliki oleh: lorazepam dan
oksazepam dipakai pada pasien dengan gangguan hati tetapi mempunyai resiko
besar pada pemutusan obat.
Diazepam
dan lorazepam kadang-kadang dipakai secara i.v (intravena) untuk mengendalikan panik.
Pemakaian i.m (intramuscular) tidak
lebih menguntungkan dibandingkan pemakaian oral.
Pada saat praktikum obat ini dibagi
menjadi beberapa dosis (4 dosis berbeda) untuk mengetahui perbedaan onset dan
durasi kerja dari diazepam. Saat diazepam dikonsumsi secara oral, obat ini
secara cepat diabsorbsi dan memiliki onset kerja yang cepat. Onset kerjanya 1-5
menit melalui i.v (intravena) dan
15-30 menit melalui i.m (intramuscular)
durasi kerja dari diazepam untuk mencapai efek farmakologis puncak adalah
sekitar 15 menit sampai 1 jam untuk kedua rute pemberian (Langsam, Y., 2006).
Bioavailabilitasnya melalui pemberian oral adalah 100%, dan 90% melalui rektal.
Kadar puncak dalam plasma terjadi setelah 30 menit dan 90 menit melalui
pemberial oral dan 30 menit dan 60 menit melalui intra muskular; melalui rektal
kadar puncak dalam plasma terjadi setelah 10 menit sampai 45 menit. (Riss, J.;
Cloyd, J.; Gates, J.; Collins, S., Aug 2008).
Pemberian CMC NA sebagai kontrol
negatif pada mencit II
digunakan sebagai pembansing dari efek sedatif diazepam, dan mencit II pada menit ke 15, 30,
45 dan 60 tidak terjatuh sama sekali karena tidak ada pengaruh efek sedatif.
Pemberian dengan dosis 4 mg pada
menit ke 15,
mencit I tidak terjatuh baru
menit ke 30 mencit I
terjatuh 2 kali. Pada menit ke 45 mencit I jatuh 1 kali, dan
menit ke 60 mencit I
jatuh 1 kali.
Pemberian dengan dosis 8 mg pada
menit ke 15 mencit III
juga tidak terjatuh pada menit ke 30
mencit III terjatuh 1 kali, sedangkan pada menit ke 45 dan 60 mencit III
tidak terjatuh sama sekali, menurut teori seharusnya mencit lebih sering jatuh
karena dosis diazepam yang diberikan lebih banyak daripada dosis pada mencit I,banyak
kemungkinan kesalahan yang terjadi.
Pemberian dengan dosis 12 mg mencit
IV tidak bila dilakukan pengamatan dikarenakan setelah diberi diazepam, mencit
mati.
Pemberian dengan dosis 16 mg pada
menit ke 15 mencit V tidak terjatuh juga, tetapi setelah menit ke 30 mencit V
jatuh sebanyak 3 kali. Pada menit ke 45 menit mencit V jatuh lagi sebanyak 2
kali dan pada menit ke 60 mencit V tidak terjatuh.
Dari pemberian dosis 4mg, 8mg, dan
16mg pada masing-masing mencit menit ke 15, mencit tidak terjatuh, baru setelah
menit ke 30 dan 45 mencit mulai jatuh dan setelah menit 60 efek dari diazepam
mulai berkurang.Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa kadar puncak
dalam plasma melalui pemberian oral terjadi setelah 30 sampai 60 menit.
Jatuhnya mencit di rotaroad juga dipengaruhi oleh kadar diazepam yang
berbeda-beda. Semakin tinggi kadar semakin sering mencit jatuh. Namun demikian
pada data yang didapat, diketahui bahwa ada beberapa penyimpangan yaitu adanya
mencit yang jatuh lebih sering pada kadar obat rendah daripada kadar obat yang
tinggi. Ketidaksesuaian hasil dapat terlihat pada pemberian dosis diazepam 8 mg
dibandingkan dengan pemberian dosis diazepam 4mg . Efek terbesar justru didapatkan pada dosis
Diazepam 8mg. Ketidaksesuaian yang terjadi diakibatkan dari berbagai faktor, yaitu
:
1.
Human error ( kesalahan
manusia )
Kesalahan
terjadi disebabkan oleh dosis Diazepam tidak terdistribusi baik. Cara pemberian
yang kurang teliti dan akurat, sehingga dosis ada yang terbuang. Adanya
kesalahan pada saat penyuntikan per oral pada masing-masing mencit. Zat
obat tidak masuk semua karena jarum
belum sampai pada saluran cerna, sehingga obat yang diberikan akan sering dimuntahkan lagi
oleh mencit.
Pemeliharaan
mencit yang kurang maksimal sehingga mempengaruhi kondisi mencit yang menjadi
hewan uji, sehingga absorbsi obat menjadi terganggu.
2.
Hewan uji
Pada praktikum kali ini banyak hewan uji
( mencit jantan ) yang dalam kondisi tidak sehat. Sehingga mempengaruhi
kemampuan mencit dalam berjalan di atas rotaroad. Kemampuan adaptasi tiap
mencit juga berbeda-beda, yang berakibat dengan dosis yang lebih besar, mencit
masih dapat berjalan dengan baik, dibandingkan mencit yag mendapat dosis yang
lebih rendah. Hewan uji juga mengalami stress yang berbeda karena penanganan
dalam pemberian suntikan per oral tiap mahasiswa berbeda-beda ( penyuntikan
tidak dilakukan oleh satu orang ).
Faktor-faktor
tersebut mempengaruhi hasil akhir yang didapat. Sehingga hasil akhir yang
diperoleh daya sedatif tertinggi didapatkan pada dosis Diazepam 16mg, kemudian 4mg, dan terakhir 8mg.
VIII. KESIMPULAN
1.
Mahasiswa mampu memberikan
perlakuan terhadap mencit jantan, walaupun belum maksimal dan mengakibatkan kondisi
beberapa mencit menjadi tidak stabil ketika akan digunakan sebagai hewan uji.
2.
Mahasiswa mampu
melakukan perhitungan larutan stok kontrol negatif menggunakan CMC Na dan perhitungan larutan stok larutan Diazepam. Dan mampu menghitung volume
pemberian yang diperlakukan pada tiap mencit, sesuai berat badan mencit.
3.
Mahasiswa mampu
memberikan larutan obat Diazepam pada mencit secara peroral. Mengetahui bahwa
Diazepam mampu memberikan efek sedatif/ansiolitik, berdasarkan pengamatan pada
banyaknya jumlah mencit jatuh dari alat rotaroad.
4.
Mahasiswa dapat
mengamati perbedaan efek yang terjadi dengan dosis yang berbeda. Hasil yang
didapat tidak sesuai dengan teori, dimana dengan dosis yang lebih besar akan
memberikan efek sedatif yang lebih besar.
5.
Dosis diazepam
sebagai ansiolitik berbeda dengan dosis sedatif-hipnotik. Diazepam sebagai
ansiolitik hanya mengurangi kecemasan yaitu dengan memberikan rasa tenang
sedangkan pada sedatif dan hipnotik dapat memberikan efek tidur hingga masuk ke
dalam alam bawah sadar.
6.
Semakin tinggi
dosis diazepam yang digunakan seharusnya efek tenang yang dihasilkan semakin
cepat yang ditandai dengan jumlah jatuh yang semakin banyak.
7.
Sehingga dapat
disimpulkan, dari praktikum kali ini daya sedatif Diazepam dari terendah hingga
tertinggi adalah Diazepam dosis 16mg,
Diazepam dosis 4mg,dan
Diazepam dosis 8mg (Human error).
IX.
DAFTAR PUSTAKA
Craig, R.Craig
and Robert E.Stitzel. (2007). Modern Pharmacology With Clinical Application-6th
Ed. Lippncott Williams & Wilkin.
Virginia.
Ganiswara,
Sulistia G (Ed). 1995.Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Goodman and
Gilman. (2006). The Pharmacologic
Basis of Therapeutics – 11th Ed.,McGraw-Hill Companies. Inc, New York.
Ganiswarna. (1995). Farmakologi dan Terapi, Jakarta, FKUI.
H. Sarjono,
Santoso dan Hadi R D. 1995. Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Indonesia: Jakarta
Katzung,
G.Bertram. (2007). Basic &
Clinical Pharmacology – 10th Ed. The McGraw-Hill Companies. Inc, New York.
Lüllmann, Heinz,
[et al.]. (2000). Color Atlas of
Pharmacology 2nd Ed. Thieme. New York.
Neal,J.Michael.
(2002). Medical Pharmacology at a
glance-4th Ed. Blackwell science Ltd. London.
Syamsudin. 2011.
Farmakologi Eksperimental. Universitas Indonesia: Jakarta
Tjay, T. H. dan
Rahardja. K. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi Kelima Cetakan
Kedua. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
Semarang,
Mengetahui,
Dosen
Pembimbing
( Paulina Maya
Octasari,M.Sc.,Apt)
Praktikan Praktikan
(Dina
Umayasari) (Hanik
Utaminingrum)
Praktikan Praktikan
(Natalia
Catur Suci L.) (Winarti
Ekasari)
Pratikan
( Zandy Tiaravani )